Senin, 10 Mei 2010

Kekuatan Fitrah Menghadapi Ujian Zaman...

Bentuk kesabaran yang keempat adalah senantiasa menjadikan doa dan tawakal sebagai benteng penjaga eksisitensi umat. Dinatara sikap dan ajaran yang diperintahkan Allah dan dilaksanakan oleh Rasulullah Saw dan kaum muslimin adalah sikap berdoa memohon pertolongan Allah, Dzat Yang Maha Kaya, Maha Kuasa dan Maha Bijaksana,serta sepenuhnya bertawakal diri (berserah diri) atas ketentuan terbaik yang kaan didapatkan mereka dari Allah Swt. Inilah yang dilakukan Rasulullah Saw dan kaum muslimin dalam berbagai peristiwa penindasan yang dialami mereka, termasuk dalam masa pemboikotan yang memakan waktu tiga tahun itu.

Dalam konteks kekinian, seringkali karena kekalutan yang demikian akut seseorang atas sekelompok orang tidak lagi merasa penting berdoa dan berserah diri kepada Allah. Tetapi dalam upaya mencari solusi krisis yang menimpa dirinya, ia justru meminta tolong dan berserah diri kepada selain Allah, yang justru semakin menghisabnya ke dalam pusaran krisis yang tidak berujung. Hendaknya kaum muslimin Indonesia menyadari bahwa Allah adalah Zat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, sehingga kita tidak hanya mengandalkan ikhtiyar-ikhtiyar kemanusiaan dan melupakan peran Allah Swt sebagai penentu. Rasulullah Saw seorang tokoh yang telah sukses mengantarkan umatnya keluar krisis itulah yang justru mengajarkan tentang pentingnya sikap berdoa dan bertawakal yang menandakan akan adanya sikap tawadhu, tahu diri dan penuh harapan kepada Zat Yang Maha Segala-galanya, yaitu Allah Swt.

Sekali lagi umat Islam Indonesia harus percaya diri dengan panduan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang mereka miliki. Apalagi kita baru saja menyelesaikan ibadah puasa satu bulan lamanya, dimana di dalamnya kita biasakan untuk menginternalisasi secara efektif terhadap prinsip-pinsip kesabaran di atas. Kesadaran peran itu juga ditempa melalui berbagai akfitas kepedulian sosial termasuk dalam bentuk membayar zakat, sedekah, memakmurkan masjid, dan interaksi intensif dengan Al-Qur’an.

Inilah kondisi fitrah yang merupakan jati diri setiap umat Islam. Ia mungkin terkotori oleh berbagai sikap menyimpang, akan tetapi interaksi intensif dengan aktifitas satu bulan Ramadhan itulah yang kiranya mengembalikan kita kepada fitrah. Fitrah yang begitu kokoh untuk kita jadikan sebagai pijakan penting untuk memberi kontribusi dan amal soleh bagi solusi problematika umat dan bangsa. Kita perlu terus menggelorakan semangat ini, sebab kita sadar bahwa keselamatan umat Islam berarti keselamatan bangsa ini. Sebaliknya keterpurukan umat Islam pasti akan membawa kehancuran bangsa ini.

Senin, 03 Mei 2010

Dari Mu'adz bin Jabal R.A, ia berkata, "Pernah aku bersama
Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan. Pada suatu hari aku dekat
sekali dengan beliau kala kami sama-sama menapakan kaki. Aku ber-
kata,
"Wahai Rasulullah, beritahulah aku tentang sesuatu perbuat
an yang dapat menghantarkan aku masuk surga dan menjauhkan diriku
dari neraka."
Beliau bersabda,"Kamu telah bertanya tentang sesuatu yang
besar. Hal itu sangat mudah badi orang yang dimudahkan Allah bagi
nya. Hendaklah kamu menyembah Allah, tidak menyekutukan-Nya de-
ngan suatu apapun, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa
Ramadhan, dan menunaikan haji di Baitul Haram."
Kemudian beliau melanjutkan lagi,"Maukah kamu kutunjukkan
pintu-pintu kebaikan?"
"Baik ya Rasulullah," kataku.
Beliau bersabda,"Puasa adalah surga. Shadaqah dapat mema-
damkan kesalahan sebagaimana air yang memadamkan api. Shalat yang
didirikan seseorang di tengah malam adalah syi'ar orang-orang sha-
leh." Lalu beliau membaca ayat Al-Qur'an:
"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka
berdo'a kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap, dan mereka
menafkahkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka. Seo-
rang pun tidak mengetahui apa yang di sembunyikan untuk mereka, ya
itu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata seba-
gai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjaka ."
Beliau bersabda lagi,"Maukah kamu kuberitahu tentang pang-
kal masalah, tonggak, dan yang paling tinggi kedudukannya?"
"Baiklah ya Rasulullah," kataku.
"Pangkal masalah adalah Islam. Tonggaknya adalah shalat,
dan yang paling tinggi kedudukannya adalah jihad."
"Maukah kamu kuberitahu sendi dari semua itu?"
"Tahanlah ini atas dirimu," sabda beliau sambil menunjuk
lidah.
"Wahai Rasulullah, bagaimana kita dapat melakukannya pada-
hal kita berbicara dengan lidah?," kataku.
"Wahai Mu'adz, ibumu akan bersedih karena kematianmu. Apa-
kah manusia menjerumuskan wajahnya ke dalam api atau berkata de-
ngan dengusan hidungnya kecuali diakibatkan oleh lidahnya?"

Mengenai Saya

Foto saya
baex,suka menolong, ramah kepad semua orang